Fashion

Etika Fashion Dalam Kacamata Lenny Agustin

by Cynda Adissa Lianita on 13 Sep, 2016
Content Writer

Sumber foto: @lennyagustin18
Siapa yang tidak mengenal desainer berambut dora yang satu ini? Lenny Agustin. Ya. Hasil karya yang didominasi dengan permainan tabrak warna, warna-warni ceria, dan potongan unik membuat Lenny dikenal dengan desainer yang memiliki krativitas tinggi. Nuansa funky juga akan kamu temukan saat melirik koleksi rancangan Lenny. Namun, bukan berarti Lenny bermain dengan tema yang modern, justru sebaliknya. Lenny memilih untuk bermain dengan motif adat asli Indonesia.
Ia menceritakan kisahnya saat pertama kali bertemu dengan para pengrajin sulam di Pontianak, "Pertama kali berkunjung ke sana, para pengrajin tidak memiliki waktu pengerjaan yang terorganisir. Bahkan mereka tidak memahami berapa besar upah yang harusnya mereka dapatkan setelah mengerjaan sulaman yang tidak sebentar. Sulaman yang dibuat juga cenderung berantakan dan kotor karena tidak memerhatikan faktor estetika. Sehingga pengepul pun memberi harga murah pada karya sulam yang mereka buat".
Lenny menyadari bahwa hasil karya pengrajin memiliki potensi yang sangat tinggi jika dikembangkan dalam mode fashion Indonesia. Maka, Lenny pun bekerjasama dengan ANTAM membuat sebuah pelatihan untuk mengajarkan cara produksi, perhitungan biaya, hingga pengembangan keterampilan menjahit. Lenny juga mengajarkan teknik swedish embroidery yang mirip seperti sulam pontianak hanya saja motifnya dikembangkan hingga lebih beragam.
Sebagai pelaku fashion sekaligus Ketua International Ethical Fashion, Lenny ingin bahwa masyarakat terutama pengrajin daerah dihargai dan mendapatkan hasil yang sepadan atas kreativitas mereka. Namun, pandangan masyarakat yang menganggap bahwa karya anak bangsa tidak pantas diberi harga tinggi menjadi penghambat gerakan etika fashion itu sendiri.
"Masih banyak yang menganggap bahwa produk Indonesia tidak wajar jika diberi harga mahal. Padahal produk luar negeri yang tidak memiliki nilai karya buatan tangan jauh lebih mahal tapi mereka tidak ada rasa segan untuk membelinya. Inilah yang ingin saya tanamkan ke masyarakat, jangan memandang sebuah karya dari wujudnya saja. Harus ditelusuri cerita dibalik sebuah karya tersebut. Apakah sudah memakmurkan para pelaku yang terlibat didalamnya?", tutur Lenny. 
Salah satu karya Lenny Agustin dengan hasil sulaman para pengrajin Pontianak
Sumber foto: weddingku.com
Lenny mengaku bahwa ia selalu berusaha mendukung para pengrajin sulam dan memberikan upah sesuai jam kerja mereka. Ia mengajarkan perhitungan jam kerja dan mereka akan diberi upah sesuai dengan jam kerja dan berapa banyak karya yang mereka buat. Untuk memulai hal ini pun Lenny melakukan analisa tentang kehidupan masyarakan pengrajin sulam di Pontianak dan memastikan bahwa hasil yang mereka dapat sepadan dengan yang mereka kerjakan. 
Menurut Lenny, orang luar justru lebih menghargai karya buatan tangan tidak seperti orang Indonesia. Oleh karena itu, Lenny mulai memproduksi karya-karyanya yang dilengkapi dengan story product. Sehingga calon pembeli dapat mengetahui darimana karya tersebut berasal dan proses pembuatannya. Untuk kedepannya, Lenny akan terus berusaha mewujudkan etika fashion dimulai dari lapisan masyarakat terbawah dan mengembangkan seni dan budaya adat Indonesia dalam bentuk fashion yang beretika.